BANDUNG, DM – Saat ini kita telah memasuki era disrupsi teknologi dimana fenomena Internet of Thing, big data, cloud computing hingga artificial intelegent telah menjadi bagian yang mendukung aktivitas kita semua. Hal tersebut juga pada akhirnya merubah paradigma seluruh organisasi pemerintah dengan bertransformasinya organisasi menjadi kondusif (efficiency resources) dan terus mengembangkan inovasi untuk membangun sinergi dan kolaborasi (mengubah dari sama-sama bekerja menjadi bekerja sama).
Di sisi lain disrupsi teknologi juga mentransformasi organisasi pemerintah dengan memotong rantai birokrasi, memudahkan prosedur, dan mengubah pola kerja yang bertujuan agar organisasi lebih responsif, transparan dan accessible sehingga terjadi “check and balance”.
Perkembangan teknologi informasi tersebut menuntut LKPP untuk merumuskan kembali aturan pengadaan barang/jasa pemerintah, melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam aturan ini, pengadaan barang/jasa pemerintah pun semakin didorong untuk memberikan value for money terhadap hasil pengadaan barang/jasa dengan tidak lagi menjadikan harga termurah sebagai tolok ukur efektivitas pengadaan barang/jasa.
Perubahan pola bisnis dan aktivitas pasar tersebut juga membawa perubahan terhadap kebutuhan sumber daya manusia sebagai pengelola dan unit pengelola pengadaan yang dituntut untuk lebih profesional dan memiliki kompetensi khusus maupun kompetensi teknis dalam bidang pengadaan barang/jasa. Perubahan di lingkup sumber daya manusia tersebut ditandai dengan penggabungan unit yang menangani proses pemilihan penyedia barang/jasa (ULP) dengan unit yang menangani sistem pengadaan secara elektronik (LPSE) ke dalam wadah unit kerja pengadaan barang/jasa (UKPBJ).
Pembentukan UKPBJ juga dimaksudkan sebagai pusat unggulan pengadaan di masing-masing instansi K/L/Pemda (Procurement Center of Excellent). Pergeseran peran UKPBJ dari yang sebelumnya patuh terhadap aruan menjadi fokus pada pemangku kepentingan (customer) pengadaan barang/jasa yang berciri: berkontribusi pada pencapaian target program organisasi, bersifat proaktif dengan perencanaan strategis, memantau fungsi pengadaan secara keselurhan, beriorientasi pada hasil, membutuhkan keterampilan teknis, manajerial dan kepemimpinan, membangun kapabilitas organisasi pengadaan. “Adapun karakter yang dibangun untuk UKPBJ adalah Strategis, Kolaboratif, Orientasi Kinerja, Proaktif, Perbaikan Berkelanjutan (Se-koper).”kata Kepala LKPP Agus Prabowo.
Salah satu bentuk kebijakan reformasi birokrasi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah adalah dengan diterapkannya proses pengadaan barang/jasa yang memanfaatkan teknologi informasi melalui aplikasi sistem pengadaan secara elektronik yang lingkupnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai dengan katalog elektronik. Metode baru pada SPSE juga diperkenalkan antara lain metode repeat order dan e-reverse auction, sebagai bentuk adaptasi terhadap praktek bisnis internasional.
Sistem pengadaan secara elektronik dinilai dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan transparansi dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga dapat meminimalisir peluang terjadinya praktek KKN. Data LKPP menunjukkan, transaksi tender secara elektronik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hingga akhir Oktober 2018, total tender yang dilakukan secara elektronik adalah sebesar Rp.2.200 triliun dengan nilai efisiensi sebesar 10.43%, sementara total transaksi e-purchasing melalui katalog elektronik telah mencapai sebesar Rp. 202,2 miliar dengan jumlah produk lebih dari 147 ribu item.
Di sisi lain, jalur penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi (pengadilan) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa terkait pengadaan barang/jasa dinilai tidak efisien dari konteks proses, biaya, dan waktu. Hal ini menimbulkan masalah-masalah baru, yaitu penyelesaian sengketa yang lambat, biaya perkara yang mahal, terbatas pada sengketa tertentu, dan terbatas pada pihak tertentu. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, LKPP membentuk Layanan Penyelesaian Sengketa. Layanan Penyelesaian Sengketa dibentuk sebagai solusi alternatif penyelesaian sengketa yang lebih efisien bagi para pelaku pengadaan.