Di sisi lain, kata Kaunang, memang Balai Arkeologi adalah salah satu lembaga yang memikiki kewenangan atas kajian ini, tapi tentu juga tidak mengabaikan aspek aspek kepemilikan historis kultural keminahasaaan. “Jika itu kemudian diarahkan kepada atraksi wisata sebagai wisata budaya, wisata heritage yang tujuannya adalah keuntungan ekonomi, penting juga dipikirkan keterlibatan masyarakat kaitan dengan ekonomi kerakyatan. Jangan pisahkan masyarakat dengan budayanya,” pungkas Kaunang.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Balai Arkeologi Sulut Wuri Handoko SS MSi bersama tim peneliti menggagas wacana untuk pembuatan Taman Purbakala 1000 Waruga di Sulut. “Hal ini didasarkan pada penelitian yang menunjukan ada 5 ribuan waruga tersebar di Sulut, dan sejumlah waruga dalam kondisi terancam rusak dan hilang,” ungkap Handoko kepada wartawan, Rabu (27/11/2019).
Handoko mengaku, wacana ini tentu mengundang diskusi publik, bahkan bisa muncul pro dan kontra. Di sisi lain, keberadaan Taman Purbakala 1000 Waruga itu selain sebagai upaya melestarikan situs-situs purbakala, juga bisa menjadi destinasi wisata.
Dia memaparkan, hubungan masyarakat sekarang dengan jati diri masa lalunya juga sangat melekat pada waruga. Oleh karena itu keberadaannya harus dilestarikan secara berkelanjutan. “Namun, kasus pengrusakan masih terus saja terjadi seperti yang baru-baru ini relokasi atau penggusuran karena lokasinya akan dibangun waduk, jalan tol dan sebagainya sehingga dipindahkan,” ungkapnya. (joe)