Pelayanan Prima Maskapai Penerbangan
Oleh: Teddy Tandaju, MBA (Advanced)*
UNTUK penerbangan ke luar negeri kali ini, saya menggunakan jasa internet yang saat ini memiliki beragam situs online booking. Langkah selanjutnya yakni membandingkan harga tiket termurah ke Amerika Serikat dari beberapa website, akhirnya saya memilih penerbangan dengan maskapai American Airlines (AA) dengan group pesawatnya Japan Airlines (JAL) dan Cathay Pacific yang menawarkan harga termurah.
Setelah memilih tanggal keberangkatan dan melakukan transaksi pembayaran langkah berikutnya melakukan online check-in. Untuk keberangkatan dari Indonesia ke USA (18/09/2019), saya harus melakukan dua kali proses penerbangan dari Jakarta menuju Narita (Tokyo) dengan JAL dan lanjut ke Los Angeles dengan AA. Saat melakukan online check-in, ternyata sistem hanya menerima check-in Jakarta ke Tokyo namun sistem tidak dapat memproses online check-in selanjutnya.Tidak ada keterangan lanjut di website mengapa proses online check-in tidak dapat dilakukan.
Sedikit bingung, saya pun bertanya kepada petugas check-in JAL di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta kenapa demikian? Jawabannya, mereka juga tidak mengetahui dengan tepat, dan meminta saya untuk melakukan check-in lagi di Tokyo saat transit. Agak kuatir juga mengingat waktu transit hanya dua jam dan saya sendiri belum pernah transit di bandar udara Tokyo. Apalagi kemungkinan harus pindah terminal karena beda maskapai penerbangan dapat saja membutuhkan waktu yang lama. Rasa kuatir ini sedikit mengganggu ketenangan penerbangan saya dari Jakarta ke Tokyo. Selama penerbangan saya terus berpikir bagaimana jika saya tidak memiliki waktu untuk pindah pesawat ataupun saya tidak terdaftar dalam penerbangan lanjutan. Kuatir hal berjalan tidak sebagaimana mestinya. Daripada terus dirundung kebingungan, akhirnya saya menekan tombol bantuan ‘flight attendant’ untuk bertanya dan mendapat bantuan informasi.
Tak berselang lama seorang pramugari JAL bernama Ms. Ito (saya mengetahui namanya dari identitas di dada kirinya) datang menghampiri dan bertanya apa yang bisa dibantu. Saya selanjutnya menjelaskan kekuatiran saya dan informasi apa yang saya butuhkan. Ms. Ito meminta waktu sebentar untuk mengecek apa yang saya tanyakan. Beliau ke bagian belakang pesawat dan tak berapa lama, Ms. Ito kembali dengan sebuah guide book bandara, balpoint dan sebuah tablet komputer. Beliau kemudian menjelaskan jalan dan lokasi pesawat AA yang harus saya ambil setelah tiba di Tokyo. Dengan tutur kata yang sangat sopan, bicara perlahan menggunakan bahasa Inggris dengan aksen Jepang, Ms. Ito memastikan setiap kata yang diucapkan dapat dimengerti. Saya dapat memahami mengapa Ms. Ito berbicara begitu pelan karena dia berpikir saya juga bukan seorang native speaker for English.
Beliau menggariskan dengan balpoint arah jalan yang harus saya tempuh dan memastikan saya mengerti jalur yang harus saya ambil saat pindah pesawat. Berulang kali kalimat “Is it clear Sir?” terlontar dari mulutnya. Sangat berkesan cara Ms. Ito menangani inquiry (pertanyaan) saya. Beliau benar-benar melakukan empathic communication skills yang tentunya sangat dituntut dimiliki seorang professional di industri hospitalitas dan pariwisata.
Setelah saya katakan sudah jelas, Ms. Ito kemudian menunjukkan tampilan layar tablet computer yang telah dibawa bersamanya, dan menujukkan data dimana nama saya telah tercatat sebagai calon penumpang dengan pesawat AA dari Tokyo ke Los Angeles. Beliau mengetahui nama saya dari data base nomor kursi pesawat tanpa bertanya langsung kepada saya. Selanjutnya, beliau menyampaikan untuk tidak usah kuatir meskipun saya belum check-in tapi nama telah terdaftar sebagai penumpang pesawat itu. Artinya online booking saya sudah aman. Saya akhirnya mengucapkan arigatogozaimashita (terima kasih) atas penjelasan yang sangat baik dan penuh perhatian. Ms. Ito membalas dengan senyum dan bahkan menawarkan jika saya ingin minum kopi atau soft drink meskipun saat itu bukan waktu penyajian makanan dan minuman. Saya memesan secangkir kopi panas; “Can I have a cup of coffee with cream and sugar, please?” Beliau dengan senyum membalas; ‘Sure. Please, wait a moment, Sir!’
Lega rasanya mendapat jawaban dan penanganan inquiry yang begitu jelas dan baik dari Ms. Ito. Setidaknya, saya sudah tenang untuk meneruskan sisa penerbangan ke Tokyo. Tak lewat lima menit, Ms. Ito kembali dengan secangkir kopi dan dua buah souvenir yakni miniatur pesawat JAL yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi serta sapu tangan berbahan kain katun terbaik menurut penuturannya. ‘These souveniers from JAL are for you Sir’ Wow… saya begitu surprise dengan apa yang dilakukan Ms. Ito. “What’s the reason I get these?” saya kemudian bertanya kepada Ms. Ito. Beliau tidak menjelaskan secara detail, hanya mengatakan “Thank you for flying with us, Japan Airlines”.
Pengalaman simple dengan pelayanan dari seorang Ms. Ito membuat saya sangat menaruh kesan indah bagi Japan Airlines. Asumsi saya (mungkin juga salah) seluruh pramugari/a di JAL akan melakukan hal yang sama bagi pelanggannya dan ini merupakan suatu keunggulan bagi JAL dimana maskapai ini memiliki modal sumber daya manusia yang sangat handal. Saat ini beragam maskapai penerbangan bersaing untuk meraih pelanggan. Satu cara terbaik yakni memiliki armada pramugari/a yang memiliki karakter pelayanan ‘super’.