Wajah Pendidikan di Era ‘New Normal’

Ambrosius M. Loho, M. Fil.

Oleh: Ambrosius M. Loho, M. Fil. (Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado – Pegiat Filsafat)

Sektor yang cukup mendapat ‘dentuman’ keras atau ‘gelombang besar’ perubahan saat ini, yang disebabkan oleh pandemi covid-19 adalah pendidikan. Pendidikan mengalaminya, juga dalam hal ‘platform’ yang harus ditempuh ketika menjalankan proses pembelajaran. Model pendidikan dan pembelajaran sebagaimana juga telah diuraikan dalam berbagai media, mengingatkan kita pada beberapa fakta bahwa cukup sulit menerapkan pembelajaran ber-platform online, mengingat berbagai kondisi yang ada pada pendidik, subjek yang dididik, dan para pemangku keputusan di dunia pendidikan. Penyebabnya antara lain ketersedian media pembelajaran online, ke[tidak]siapan orang tua, kesanggupan siswa dan mahasiswa untuk belajar online, dan kelancaran pembelajaran yang belum tentu bisa didapatkan, karena kurangnya akses internet (?).

Bacaan Lainnya

Di sini nampak bahwa dentuman terhadap dunia pendidikan berdampak besar bagi perjalanan pendidikan dan pengajaran itu. Kendati begitu, pendidikan adalah hal yang penting, apapun yang terjadi dalam realitas. Mengapa penting, karena pendidikan ada kunci bagi perkembangan seorang individu. Dunia kebudayaan Yunani, misalnya, mengenal pendidikan sebagai paideia, yang berarti pendidikan atau pembentukan manusia menurut cita-citanya. Dengan itu, kemudian pendidikan dikenal sebagai pembangunan manusia atau pembudayaan. (Bdk. Sastrapratedja 2013: iii). Pendek kata, karena pendidikan adalah proses pembudayaan manusia, maka pendidikan membentuk manusia dan manusia menjadi asas dari pendidikan itu.

Dari fakta itu, bagaimana pendidikan yang adalah pembudayaan, bisa bersinergi dengan model pembelajaran daring atau pendidikan yang memiliki ‘platform’ online, dapat dijalankan? Dalam kerangka untuk menjawab pertanyaan ini, penulis berpijak dari apa yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara. Beliau pernah menguraikan bahwa dunia realitas tidak pernah lepas dari perubahan. Dan perubahan yang terjadi itu tentu menyebabkan adanya budaya baru. Perubahan dalam budaya, yang juga bagian dari pendidikan, menurut Ki Hadjar merupakan wujud dari akulturasi budaya. Hal itu terjadi, karena sifat pokoknya yang universal, yang bertujuan untuk mempertinggi hidup dan penghidupannya.(Ki Hadjar Dewantara, 1956: 3-4).  Dunia pendidikan yang terdampak secara signifikan, tentu sudah berubah, minimal kurang lebih 3 bulan terakhir Hal itu terjadi misalnya ketika pembelajaran diarahkan pada platform online, termasuk berbagai webinar yang diselenggarakan di dunia pendidikan.

Maka, secara praktis, pembelajaran yang terpentas dan dipraktekkan kini, menyiratkan sebuah pesan strategis bagi pengajar. Bahwa pendidik harus menjadi kurator yang ahli dalam peningkatan sumber daya, yang memungkinkan pembelajaran lebih menarik dan mendalam. Selain itu, mereka harus juga merancang kegiatan pembelajaran yang efektif, yang memungkinkan keterlibatan yang berkelanjutan. Maka, untuk dapat melakukan ini, mereka harus selalu ingat bahwa pedagogi yang baik harus mendorong penggunaan teknologi dan bukan sebaliknya. Di sini penekanannya pada adaptasi terhadap sebuah perubahan budaya mendidik dan mengajar.

Hal praktis sebagaimana tersebut di atas, tentu serta merta melahirkan definisi baru bagi peran pendidik. Sebagaimana dirilis dari berbagai sumber, dengan metode pengajaran terkini, para pendidik akhirnya harus mengajarkan keterampilan hidup yang bertujuan memupuk kemandirian. Dalam lingkungan global yang terus berubah ini, peserta didik membutuhkan ketahanan, kemampuan beradaptasi, kreativitas, empati dan kecerdasan emosional. Dan para pendidik harus menyentuh hal ini karena, sepakat atau tidak, pendidikan dan model pendidikan kini, mengandalkan hal-hal tersebut di atas.

Akhirnya, sebagaimana catatan Geotimes, di masa ‘new normal life’ itu, pola hidup baru termasuk di dalam pendidikan, harus dilakukan secara serentak dan bersama-sama, dan kuncinya ada pada kepatuhan dan kedisiplinan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan pendidikan di masa pandemi. Demikian juga, demi menunjang hal tersebut, kita perlu juga membentuk pola pikir yang siap dan unggul dalam menghadapi kompleksitas dan kerumitan yang akan muncul seperti saat ini, bahkan di masa mendatang. Pola pikir positif akan memudahkan dalam implementasi setiap materi pembelajaran yang diperlukan oleh para pembelajar, pelajar dan mahasiswa. (***)


Pos terkait