Dalam pemaparannya, Yinthze Gunde, Ketua AJI Manado menjelaskan di Era Digitalisasi, jurnalis mampu membedakan media online dan media sosial. Jurnalis harus dapat menyebarluaskan informasi ke publik sesuai dasar-dasar jurnalistik. “Informasi yang disebarluaskan lewat media sosial tidak patuh pada kode etik jurnalistik. Jadi berita di media online sebagai karya dapat dipertanggung jawabkan jurnalis, karena sesuai dengan kaidah jurnalistik,” imbuhnya.
Hari mengatakan, Indonesia saat ini dipenuhi berbagai media online. Untuk itu, jurnalis mampu beradaptasi dengan perkembangan digitalisasi. Walau platform media main stream berbeda, jurnalisme tidak boleh “mati” sampai kapan pun. Jurnalisme harus tetap hidup dengan karya-karya jurnalistik yang berkualitas. “Jurnalis mampu menguasai teknologi dan mengedepankan kode etik jurnalis, setiap media online menghidupkan perusahaan dan memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada,” katanya.
Araro mengimbau agar berita yang diambil dari media sosial diketahui konsekuensinya. Karena jika muncul masalah, legitimasi aturan akan berbeda proses penyelesainnya. “Ketika ada masalah pada berita yang diambil dan disebarkan lewat media sosial, UU Pers tidak berlaku, melainkan UU ITE,” jelasnya.
Sejumlah jurnalis yang mengikuti diskusi ini terdiri atas anggota AJI Manado dan Pers Mahasiswa Acta Diurna Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unsrat Manado serta beberapa jurnalis lainnya. (rf)