Setelah di kantor DPRD Sulut, massa aksi melakukan long march terakhir di Kantor Gubernur. Massa aksi ingin bertemu dengan Gubernur namun tidak berada di tempat kerjanya. Akhirnya diwakili Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Sulut, Evans Liow.
Liow mengatakan, perkebunan sawit di beberapa desa akan ditutup sementara waktu sesuai arahan Gubernur. Dan ditinjau perkebunan ini berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku. Untuk itu, warga desa yang mengalami masalah perkebunan sawit turut diundang dalam pembahasan ini. “Apakah benar ini memenuhi Amdal, aturan dan perundang-undangan yang berlaku, termasuk kajian layak atau tidaknya sawit ini bisa ditanam dan lain sebagainya,” katanya.
Liow juga mengatakan, izin ini dikeluarkan Bupati Bolaang Mongondow terkait perkebunan sawit. Untuk itu, pada Kamis (22/08/2019), mereka meninjau lokasi perkebunan sawit di beberapa desa dan meminta nama perwakilan petani yang akan membahas persoalan ini.
Pihak lain, Satriano Pangkey pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado menegaskan, tujuan aksi ini merekomendasikan juga ke DPRD Sulut untuk mengundang Bupati Bolaang Mongondow berdiskusi bersama warga tentang konflik lahan yang terjadi dan menganalisis perizinan perkebunan sawit.
Tak hanya itu, massa aksi mendesak agar dapat bertemu langsung dengan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey SE. “Pertama itu bisa mengundang Bupati Bolmong agar supaya diskusi mempertanyakan konflik lahan yang terjadi akibat hadirnya perusahaan sawit di sana. Kedua, kami menginginkan terbentuknya Pansus yang bertugas melakukan kajian terhadap perizinan sawit yang ada di Sulut,” imbuhnya.
Di akhir aksi tersebut, massa aksi membuat surat keterangan beserta materai 6.000 dengan Satpol PP Sulut. Informasi yang dihimpun DetikManado.com, hal ini akan digunakan sebagai jaminan bertemunya Gubernur Sulut dengan warga Lolak dan beberapa desa lainnya untuk membahas persoalan perkebunan kelapa sawit. Advokasi LBH Manado kepada warga Lolak Bolaang Mongondow masih terus dilakukan. (rf)