MANADO, DetikManado.com – Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin atau lebih dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.
Imam Bonjol merupakan salah satu Pahlawan Nasional yang lahir pada tahun 1774 di Tanjung Bungo, Bonjol, Sumatra Barat, kemudian diasingkan oleh pemerintah kolonial Bekanda ke Minahasa Sulawesu Utara, karena banyak melakukan perlawanan terhadap penjajah.
Di batu nisan kubran sang pahlawan tertulis Imam Bonjol wafat tanggal tanggal 6 November 1854 di Lota Minahasa.
Nurdin Popa salah seorang penjaga makam, menjelaskan alasan mengapa pemerintah kolonial memilih tanah Minahasa, sebaga tempat pengasikan terhadap putra Bayanuddin Shahab dan Hamatun tersebut.
“Kenapa beliau diasingkan di sini bersama dengan pengawalnya, karena daerah ini belum ada Islam. Jadi beliau tidak bisa membangun kekuatan disini, tetapi alhamdulilah setelah beliau datang kesini agama Islam bisa tumbuh dan berkembang, jelas Nurdin kepada DetikManado.com, Rabu (15/05/19) siang.
Nurdin juga mengatkan, penjaga makamini Tuanku Imam Bonjol, adalah keturunan pengawal setia sang pahlawan, yang ikut besama-sama saat diasingkan di Minahasa.
“Pengawal yang ikut bersama dengan beliau bernama Apolos Minggu, kemudian pengawal ini menikah dengan gadis Minahasa bernama Noncy Parengkuan,” jelasnya.
Pernikahan Apolos dan Noncy menjadi awal pertumbuhan agama Islam di daerah tersebut, saat ini keturunan pengawal Imam Bonjol ini sudah sampai generasi ke 5.
Makam Tuanku Imam Bonjol menjadi cagar budaya Sulut, dan merupakan tujuan ziarah dan wisata religi warga muslim di daerah ini.
“Kalau di bulan Ramadhan banyak pengunjung yang mendatangi tempat ini dari sekadar untuk berfoto hingga berxiarah dan berdoa di makam ini,” jelas Nurdin.
Lanjutnya, Saya menyiapkan bunga untuk para pengunjung yang ingin menabur bunga di makam Tuanku imam Bonjol, ada juga buku- buku ayat suci khusus pengunjung muslim yang ingin berdoa.
Kepada DetikManado.com, Nurdin mengungkapkan harapannya, agar Pemprov Sulut memperhatikan lagi situs cagar budaya ini makam Tuanku Imam Bonjol tersebut, karena beberapa bagian bangunan sudah mulai rapuh, bahkan sebagian plafon dari makam sudah rusak.
“Ini cagar budaya bersejarah untuk bangsa indonesia bukan hanya khusus untuk umat Islam jadi mengharapkan pemerintah untuk memperhatikannya kembali,” tutup Nurdin.
(Mikhael/dm)