Tondano, DetikManado.com – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) mengomentari wacana pemekaran Provinsi Papua Tengah yang akan dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Sekretaris Jenderal DPP AMPTPI, Yanuarius Lagowan mengatakan, konsep pembangunan guna meningkatkan ekonomi negara untuk keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah menjadi salah satu program handal dalam pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dalam Kabinet Indonesia Kerja. “Mimpi di tahun 2045, produk domestik bruto Indonesia mencapai US$ 7 triliun dan masuk dalam 5 besar ekonomi dunia terus didorong dengan berbagai strategi,” katanya dalam press rilis yang diterima DetikManado.com, Rabu (30/10/2019).
Zona Industri merupakan salah satu program mencapai mimpi Negara masuk dalam 5 besar ekonomi dunia. “Untuk memuluskan pembangunan Zona Industri pemekaran daerah terus didorong oleh Negara dengan dalil kesejahteraan rakyat dengan kemiskinan mendekati nol,” katanya.
Ini semua untuk kesejahteraan rakyat. Namun dalil kesejahteraan rakyat justru memarginalisasi rakyatnya sendiri lebih khusus Orang Asli Papua (OAP). “Marginalisasi ini terjadi karena negara lebih mengutamakan kepentingan kapitalis, pemilik modal, dan transmigran melalui kemudahan-kemudahan pemilikan modal usaha, pendekatan militer tanpa memperhatikan kultur dan karakter masyarakat di Papua,” ungkapnya.
Pembentukan DOB (Daerah Otonomi Baru) dan pemekaran Provinsi Papua yang menjadi salah satu agenda Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam) sebenarnya langkah untuk memuluskan pembangunan Zona Industri guna memproteksi dan mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA).
Sebab, ujarnya, pemekaran bukan satu-satunya jalan mensejahterakan rakyat lebih khusus OAP namun akan semakin memarginalkan masyarakat adat di Papua dan Papua Barat dan menambah masalah baru. “Saya berharap pemekaran provinsi dikaji terlebih dahulu dengan baik, sebab pemekaran provinsi bukan satu-satunya jalan menyelesaikan persoalan rakyat di Papua tetapi lebih kepada kepentingan Negara,” imbuhnya.
Lagowan menambahkan, Negara seharusnya dalam periode pertama ini melihat dan menyelesaikan persoalan yang terjadi di Papua, merencanakan resolusi konflik dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan pemyelesaian kasus-kasus HAM yang belum tuntas, bukan menambah masalah.
Saat dikonfirmasi DetikManado.com di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), Lagowan juga mengatakan rencana pemekaran Provinsi Papua Selatan termasuk dalam pernyataan ini. “Serta beberapa DOB di Papua,” jelasnya melalui aplikasi pesan singkat, Rabu (30/10/2019).
Seperti yang tertera dalam press rilis tersebut, Lagowan menuturkan, AMPTPI lebih mengusulkan agar Presiden Jokowi menyelesaikan masalah pelanggaran HAM dengan membentuk KKR. “Untuk menyelesaikan akar masalah atau memadamkan bara api, ketimbang memadamkan api, tapi bara api tetap menyala,” terangnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi berjanji menindaklanjuti usulan pemekaran provinsi di Pulau Papua, yaitu Provinsi Papua Tengah, yang akan ditempatkan di pegunungan tengah Papua.
Ia menyatakan telah menerima banyak usulan pemekaran. “Tetapi khusus untuk pegunungan tengah, akan saya tindaklanjuti,” kata Jokowi, di Wamena, Senin (28/10/2019).
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan pemerintah pusat menunggu kesepakatan warga Papua di wilayah tengah terkait pemekaran provinsi baru. Nama provinsi baru itu juga belum disepakati. “Di pegunungan itu ada namanya Mepago, itu di Paniai. Itu sama Lapago di Wamena, Jayawijaya. Dari para pimpinan di Lapago, maunya ada Provinsi Pegunungan Tengah, berpusat di Jayawijaya, Wamena,” kata Tito, Selasa (29/10/2019) di Jakarta Selatan. (rf)