Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Para pembicara foto bersama sebagian peserta usai kegiatan diskusi publik.

Musdalifah menegaskan, penyelesaian laporan kekerasan seksual itu butuh data dan fakta, juga perlu observasi mendalam. Karena hal itu dibutuhkan dalam pengadilan. “Tetapi harus disadari bahwa ini jadi beban bagi korban,” tandasnya.  

Lies yang tampil sebagai pembicara berikutnya mengatakan, kekerasan seksual ibarat gunung es. “Kemungkinan bisa terjadi di kampus kita, yang kondisinya seolah-olah baik-baik saja,” ujar Lies.

Bacaan Lainnya

Senada dengan Musdalifah, dia mengatakan penanganan kasus ini butuh pelaporan secara tertulis. Namun yang terpenting tidak hanya pelaporan, tetapi ada advokasi. Menariknya, lanjut Lies, meski kasus kekerasan banyak terjadi pada perempuan, namun tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada laki-laki. “Adik-adik mahasiswa laki-laki jika melihat atau mengalami kekerasan seksual jangan ragu melaporkan,” tegasnya.

Rajafi yang berbicara di sesi akhir mengatakan, mengapa muncul Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 5494 tahun 2019 itu karena negara tidak selesai dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sebagai tindak lanjut di lingkungan perguruan tinggi khususnya di IAIN Manado, menurutnya, PSGA dan Warek 3 akan mengeluarkan turunan keputusan Dirjen Pendidikan Islam tersebut. “Ini sebagai langkah konkrit untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di perguruan tinggi,” ujarnya.

Rajafi juga mengajak semua pihak di perguruan tinggi untuk sama-sama menyampaikan tentang pentingnya melawan kekerasan seksual. “Segera laporkan, ada Ibu Warek 3, atau nanti tim yang terbentuk,” pungkasnya.

Diskusi publik ini selain dihadiri oleh dosen dan mahasiswa IAIN Manado, Aliansi Peduli Perempuan Sulut, PMII Metro Manado, pegiat LSM, serta kalangan jurnalis. (joe)

Komentar Facebook

Pos terkait