Dukung RUU PKS, Swapar Sulut Diskusi Bersama Organisasi Keagamaan

Pdt Ruth Ketsia Wangkai saat memaparkan materinya terkait RUU PKS.

Manado, DetikManado.com – Dalam rangka menggalang dukungan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dengan organisasi keagamaan di sulut, Swara Parampuang (Swapar) Sulut menggelar diskusi bertempat di Hotel Swiss-Bel Manado, Senin (31/08/2020).

Vivi George mewakili Direktur Swapar Sulut menuturkan tujuan dilakukannya rangkaian diskusi ini adalah untuk mendapatkan pemahaman terkait urgensi RUU PKS dari sudut pandang akademisi dan ormas keagamaan.

Bacaan Lainnya

“Untuk mendapatkan masukan untuk memperkaya substansi dan menggalang dukungan nyata dari akademisi dan ormas keagamaan untuk segera disahkannya rancangan UU PKS,”ujar Vivi.

Dia berharap bisa menghasilkan pemikiran yang sama terhadap informasi yang benar dari tujuan RUU ini, karena faktanya banyak informasi yang berkembang liar menimbulkan kebingungan di masyarakat.

“Perjuangan untuk mengesahkan rancangan undang-undang ini masih panjang, seperti yang kita ketahui bersama dimana DPR RI justru mengeluarkan RUU ini dari daftar Prolegnas 2020 dengan alasan sulit dibahas,” bebernya.

Menurutnya, ini tentu saja sangat melukai perasaan para korban kekerasan seksual dan juga para pendamping yang selama ini melakukan pendampingan terhadap mereka.

Para peserta diskusi bersma pemateri yang membahas tentang RUU PKS.

“Swara Parangpuan juga terus menggalang dukungan kepada anggota DPR RI Dapil Sulut serta terus membangun komunikasi dengan mereka meskipun hingga saat ini belum ada respon positif,” ungkap Vivi.

Pihaknya berharap para legislator tersebut khususnya perempuan, ikut mengambil bagian secara aktif dalam perjuangan bersama para legislator DPR RI lainnya dengan menjadi tim pengusul.

“Karena ini permasalahan kita bersama, apalagi tingkat kekerasan seksual di Sulut cukup tinggi,” jelasnya.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sesungguhnya adalah bukti bahwa negara telah benar-benar memberikan jaminan rasa aman bagi warga negara agar menjalani kehidupan dan aktivitas sehari-hari dalam rasa aman dan terlindungi.

“Di mana hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual seperti hak pemulihan,” tandasnya.

Hadir sebagai pemantik diskusi adalah Dr Ahmad Rajafi dari Nahdlatul Ulama (NU) Sulut, Dr Musdalifa (IAIN Manado), dan Pdt Ruth Ketsia Wangkai MTeol (UKIT), serta dipandu moderator Dr Denni Pinontoan MTeol. (ml)


Pos terkait