Tondano, DetikManado.com – Didakwanya ketujuh Tahanan Politik (Tapol) yang merupakan mahasiswa dari beberapa universitas di Papua mendapat protes dari sejumlah organisasi masyarakat, maupun organisasi mahasiswa. Salah satunya Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Manado Santo Aquinas.
PMKRI Manado menilai aksi yang dilakukan ketujuh mahasiswa saat itu merupakan gerakan spontanitas yang terjadi atas rasa kemanusiaan dan persaudaraan.
Mereka beranggapan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidaklah tepat untuk menjatuhkan dakwaan terhadap ketujuh mahasiswa ini. “Karena menurut kami, ketujuh orang ini bergerak atas rasa kemanusiaan, dan negara menjamin akan kebebasan berpendapat termasuk demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Papua. Jangan sampai Jaksa Penuntut Umum salah melihat kejadian ini,” ujar Presidium Gerakan Kemasyarakatan (Germas) PMKRI Manado, Evan Barru dalam rilis yang diterima DetikManado.com, Senin (15/6/2020).
Tak hanya itu, Barru mengatakan, ketidakadilan JPU terlihat ketika pemindahan ketujuh mahasiswa itu ke Balikpapan, Kaltim.
“Menurut kami juga, sudah terjadi maladministrasi terhadap aturan yang ada di KUHAP Pasal 85,” tandas mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unsrat ini.
Senada dengan Barru, Ketua Presidium PMKRI Manado, Rio Luntungan mengharapkan, ketujuh mahasiswa itu mendapatkan keadilan yang sungguh-sungguh.
“Para penegak hukum dan pemerintah bisa melihat protes dan kritikan yang ada dimasyarakat terkait ketujuh orang ini,” tutup Luntungan.
Diketahui, sebelumnya tujuh mahasiswa asal Papua itu diproses hukum karena diduga terlibat dalam aksi protes yang berawal dari aksi rasisme di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya, Jatim, pertengahan Agustus 2019 lalu.
Ketujuh mahasiswa itu adalah Ferry Kombo yang dituntut 10 tahun penjara, Alex Gobay dituntut 10 tahun penjara, Hengky Hilapok, dan Irwanus Urobmabin dituntut 5 tahun penjara. Selain itu, Steven Itlay dituntut 15 tahun penjara, dan Agus Kossay dituntut 15 tahun penjara.
Dalam petikan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Jumat (5/6/2020), mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana makar, sebagaimana diatur dalam Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dalam surat dakwaan kesatu. (rf)