Tanggapan Pemerhati Budaya Atas Ide Taman Purbakala 1000 Waruga

Dr Denni HR Pinontoan MTeol.

Manado, DetikManado.com – Kepala Balai Arkeologi Sulut Wuri Handoko SS MSi bersama tim peneliti menggagas wacana untuk pembuatan Taman Purbakala 1000 Waruga di Sulut. “Hal ini didasarkan pada penelitian yang menunjukan ada 5 ribuan waruga tersebar di Sulut, dan sejumlah waruga dalam kondisi terancam rusak dan hilang,” ungkap Handoko kepada wartawan, Rabu (27/11/2019).

Handoko mengaku, wacana ini tentu mengundang diskusi publik, bahkan bisa muncul pro dan kontra. Di sisi lain, keberadaan Taman Purbakala 1000 Waruga itu selain sebagai upaya melestarikan situs-situs purbakala, juga bisa menjadi destinasi wisata. Bagaimana tanggapan para penggiat budaya dan akademisi terkait hal ini?   

Bacaan Lainnya

Dosen Universitas Kristen Indonesia (UKI) Tomohon Dr Denni HR Pinontoan MTeol menanggapinya dengan lebih dulu memaparkan tentang tugas Balai Arkeologi.

Pinontoan mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun 2015, tugas Balai Arkeologi adalah melaksanakan penelitian dan pengembangan arkeologi di wilayah kerjanya berdasarkan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. “Jadi, tugas penting Balai Arkeologi adalah melakukan penelitian yang di dalamnya mengidentifikasi benda-benda arkeologi, yang itu idealnya untuk mengantisipasi terjadinya pengrusakan, baik oleh alam, terutama oleh karena ulah manusia,” papar Pinontoan yang juga pemerhati budaya Minahasa ini. 

Dalam kasus waruga-waruga di Kuwil, Minahasa Utara, menurutnya, itu jelas karena negara. Sangat disayangkan Balai Arkeologi tidak memberi informasi kepada pemerintah, bahwa di tempat itu ada benda-benda arkeologi, lepas dari sudah terdaftar sebagai cagar budaya atau tidak. “Kalau pun belum terdaftar, ini juga patut dipertanyakan kepada Balai Arkeologi bahwa waruga-waruga itu sudah ada beradad-abad di situ. Mengapa hingga pembangunan waduk di Kuwil, Balai Arkeologi tidak mendaftarkannya,” tanya Pinontoan.

Kepala Balai Arkeologi Sulut Wuri Handoko SS MSi bersama tim peneliti.

Dia melanjutkan, kini datang wacana pembangunan Taman Purbakala 1000 waruga. “Ini seperti tindakan pemadam kebakaran. Ada soal baru bertindak,” tandasnya sambil menambahkan, sebenarnya sesuai tugas Balai Arkeologi tidak demikian.

Seharusnya, lanjut dia, jauh-jauh hari sudah melakukan penelitian, dan memberi masukan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan bahwa kawasan-kawasan yang ada warisan budaya, seperti waruga harus dilindungi dan semestinya tidak boleh ada pembangunan apapun. “Ketika dibuat kebijakan ini akan menjadi dasar untuk diperhatikan oleh para investor dalam melakukan ekspansi usahanya,” papar Pinontoan.  

Argumen bahwa pembangunan Taman Purbakala 1000 Waruga adalah untuk menyelamatkan situs-situs, menurutnya, mesti jelas dulu. Pertama, ini terkait dengan makna historis-kultural waruga itu sendiri. Contoh waruga-waruga di Kuwil, itu sekaligus dengan lokasi atau tanah waruga-waruga itu ditempatkan adalah situs. “Karena ini terkait dengan pemahaman ketika leluhur mendirikan waruga-waruga di situ. Jadi antara waruga dengan tanah tempat dia berdiri adalah satu kesatuan,” paparnya.

Hal kedua yang disampaikan Pinontoan adalah apa yang hendak diselamatkan? Waruganya secara fisik atau nilai-nilai budayanya? Kalau waruga-waruga itu dipindahkan dan dijadikan pajangan untuk dinikmati oleh para turis dalam rangka industri pariwisata, menurutnya, itu masih mengandung persoalan. “Bisa jadi boleh seperti itu, tapi perlu ada sebuah kajian yang komprehensif yang melibatkan lebih banyak pihak untuk merumuskan pemahaman,” papar Pinontoan.

Dia mengingatkan, masih perlu ada kajian sebab tidak bisa dibandingkan dengan candi-candi di Jawa atau Yogyakarta yang tidak berpindah tempat.

Koordinator Peneliti Balai Arkeologi Sulut Ipak Fahriani mengungkapkan, jumlah waruga yang tersebar di Sulut sebanyak lebih dari 5 ribu. Dengan sebaran terbanyak ada di Kabupaten Minut dengan jumlah 2.700. sedangkan yang lainnya tersebar di beberapa wilayah seperti Minahasa, Tomohon, dan Minahasa Selatan.

Ifak mengatakan, untuk waruga di Kuwil, pihak Balai Arkeologi hanya dilibatkan saat pemantauan awal di tahun 2016. “Namun di tahun 2018, kami tidak dilibatkan,” ujar Ifak. (joe)


Pos terkait