Tondano, DetikManado.com – Usai pelantikan Dewan Pengurus Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Tondano St Paulus periode 2019-2020, Jumat (18/10/2019) di Gedung Auditorium lantai 1 Unima Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), agenda selanjutnya diadakan Dialog Publik dan Deklarasi.
Dialog Publik mengangkat tema “Krisis Lingkungan Hidup: Atasi Sejak Sekarang atau Musnah Bersama” yang diulas dari berbagai perspektif. Sedangkan Deklarasi dengan seruan “Kami Masyarakat Minahasa Menyatakan Mari Jaga Lingkungan, Atasi Sejak Sekarang atau Musnah Bersama.”
Dialog Publik ini dipandu moderator, Richard Fangohoi. Sedangkan pembicara diantaranya Pastor Troy Kalengkongan Pr mewakili Hierarki Gereja Katolik, Ketua Presidium Pengurus Pusat (PP) PMKRI St Thomas Aquinas, Juventus PY Kago, World Wild Life Fund for Nature (WWF) Indonesia, Royke R Pangalila. Dan terakhir dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Minahasa dalam hal ini, Marthen Weku SSos selaku Kepala Bidang (Kabid) Pengelolahan Sampah, Limbah B3 dan Peningkatan Kapasitas.
Kalengkongan berangkat dari Ensiklik Laudato Si yang dikeluarkan Paus Fransiskus tahun 2015 silam. Secara garis besar, ensiklik ini memuat pandangan dan seruan Paus Fransiskus tentang pentingnya mengatasi perubahan iklim dan melindungi lingkungan hidup. Dalam dokumen Laudato Si, ungkapnya, Paus Fransiskus menyebut, makhluk ciptaan lain (hewan dan tumbuhan), harus dipandang sebagai saudara dan saudari.
Hal ini juga berkaitan dengan Santo Fransiskus dari Asisi yang merupakan model ciptaan Tuhan yang memandang semua ciptaan lain yang sama dengannya. Bahkan tidak heran sekarang, Gereja Katolik lebih suka memakai istilah Keutuhan Ciptaan. “Itu sebenarnya ada penekanan kalau kita lihat,” kata Pastor Paroki St Antonius dari Padua ini, Jumat (18/10/2019).
Kalengkongan menyebutkan, The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA/Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional) merilis foto Bumi yang diambil oleh Apollo pada 1972 hingga 2017. Foto yang diambil lembaga yang berkedudukan di Washington DC, AS ini memperlihatkan perbedaan kondisi Bumi antara tahun 1972 hingga 2017. “Apa yang terjadi? Tahun 1972 Bumi kita sudah mulai berwarna agak kecoklatan. Itu artinya apa? Sudah mulai kering. Tapi 45 tahun (2017) kemudian ketika foto (Bumi) dirilis, ada satu perubahan yang signifikan (kehijauan). Karena ada gerakan namanya Go Green,” ungkapnya.
Kalengkongan menuturkan, pandangan semua orang sama yakni bumi itu harus diselamatkan. Masyarakat tahu mana dapat menyelamatkan dan merugikan Bumi. Ia menegaskan, deklarasi yang sebentar dilaksanakan harus muncul komitmen dari organisasi kemahasiswaan yang hadir. “Komitmennya konkret, saya sudah tidak mau pakai botol air minum plastik atau botol sekali pakai,” tuturnya sambil menambahkan di Paroki St Antonius dari Padua Tataaran telah menyesuaikan pengurangan penggunaan plastik.
Ia menghimbau, Ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus hendaknya dimaknai dan dijalankan dengan semestinya. “Pandangan Gereja iya, bahwa Bumi ini adalah ibu kita, tempat makan, tinggal, tempat hidup. Kita harus menjaganya,” tutupnya.
Selanjutnya Kago menerangkan terkait fokus PMKRI pada aspek ekologis. Kago mengatakan kesadaran diri merupakan wujud penting, walaupun hal tersebut agak susah. Ia menyebutkan, setidaknya ada beberapa permasalahan lingkungan yang ada di Indonesia. “Sampah plastik, banjir, pencemaran sungai, pemanasan global (Global warming), pencemaran udara (polusi), rusaknya ekosistem laut, sulitnya air bersih, kerusakan hutan (Illegal logging), abrasi dan pencemaran tanah. Yang besar itu masalah sampah,” bebernya.
Jipik sapaan akrabnya mengungkapkan, dalam buku Hybrid Space ada sejumlah poin dari konsep teknologi arsitektur yang hendak ditawarkan untuk menjaga lingkungan dalam internal PMKRI. “Pertama ada pelestarian lingkungan. Kedua, bio-stuktur alamiah. Ketiga ini energi terbarukan seperti tenaga surya,” imbuhnya.
Ia mengatakan, terdapat pula Arsitektur Biologi yakni ikatan manusia dengan lingkungan hidup yang penting. Sesuatu yang menyatu, tidak dipisahkan satu sama lain. Arsitektur Alternatif atau ruang terbuka hijau. Kago juga menegaskan, ada rekomendasi yang disampaikan pada Konferensi Studi Nasional (KSN) di Kupang, NTT tanggal 17-21 September 2019 lalu. “Salah satunya PMKRI mendorong Hari Tanpa Plastik di Indonesia. Saya pikir dengan cara-cara simbolik seperti itu, orang mulai sadar. Salut dengan teman-teman dari Tondano yang memulai ini. Kita berharap tidak selesai di sini (Dialog dan Deklarasi), tapi ini langkah baik dengan kehadiran para narasumber, paling tidak ada hal-hal yang dapat dikolaborasikan bersama,” pungkasnya. (rf)