Tondano, DetikManado.com – Penerapan protokol pencegahan Covid-19 telah dilakukan Satgas Covid-19 dalam upaya menekan laju penyebaran virus yang dilaporkan pertama kali muncul di Wuhan, China ini.
Di Kota Manado, sejumlah kebijakan diambil pemerintah guna mencegah penyebaran Covid-19 yang semakin masif. Masyarakat pun diminta agar berdiam di rumah, atau melakukan pekerjaan dari rumah dan membatasi kerumunan masyarakat.
Akademisi yang juga dosen Psikologi dari Universitas Negeri Manado (Unima), Great Erick Kaumbur mengatakan, ketika pertama kali mendengar atau mengetahui Covid-19, setiap orang pasti mengalami ketakutan.
Ia menjelaskan, pada awal masa pandemi di Manado, rasa ketakutan itu muncul, sehingga pola penerapan protokol kesehatan cukup mudah untuk dilakukan masyarakat karena informasi yang didapatkan.
“Namun faktor-faktor resiko yang muncul ketika kena Covid-19, maka orang lebih mudah patuh mengikuti protokol kesehatan,” ujar Kaumbur, Rabu petang (14/10/2020).
Kaumbur mengungkapkan, setelah beberapa bulan berlalu dan hingga saat ini yang terjadi kemungkinan muncul rasa bosan.
“Jadi orang-orang itu sebenarnya sekarang sudah berada pada fase bosan melakukan protokol kesehatan,” beber dosen yang mengajar di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Unima ini.
Kebosanan, katanya, jika dilihat dari sisi perilaku manusia yang tampak di Kota Manado dan sekitarnya akibat kurang peduli terhadap penerapan protokol pencegahan Covid-19.
“Nah, ini perlu diwaspadai karena kalau misalnya ketidakpedulian warga dikarenakan rasa bosan yang ada, maka besar pula kemungkinan faktor risiko dari berkembangnya Covid-19,” jelas Kaumbur.
Dosen yang mengambil S1 di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ini menyebutkan, selain rasa bosan yang dialami masyarakat, pengaruh lainnya yaitu faktor ekonomi.
Menurutnya, terdapat sejumlah pekerjaan yang dilakukan ketika pemberlakuan sosial distancing, misalnya work from home atau bekerja dari rumah.
“Tapi ada beberapa pekerjaan yang memungkinkan orang untuk harus tetap aktif di lapangan (tempat kerja),” kata Kaumbur.
Ia menyatakan pandangan psikologis terhadap penerapan protokol kesehatan saat ini yaitu masyarakat sudah melek teknologi, mulai dari orang yang berusia muda hingga tua. Akan tetapi baginya, akan sangat sia-sia kalau teknologi itu tidak digunakan.
“Apa yang terjadi saat ini adalah bahwa penerapan teknologi untuk implementasi dari protokol kesehatan atau penyadaran publik ini masih kurang di Manado,” tutur dosen yang melanjutkan S2 di Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya ini.
Namun, ada sejumlah daerah yang mulai melakukan penyadaran bagi publik terkait penerapan protokol kesehatan, akan tetapi kurang intens untuk dilakukan.
“Selain itu juga, informasi tentang perkembangan Covid-19 sudah tidak terlalu besar, bukan berarti bahwa kita butuh informasi itu untuk menakut-nakuti warga,” sebut Kaumbur.
Ia pun menyarankan agar paradigma perkembangan Covid-19 yang menakuti masyarakat diubah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang jelas tentang Covid-19 dan bahayanya melalui media sosial, sehingga menjadi penting dan memudahkan orang untuk mengetahuinya.
“Orang kalau misalnya diberikan informasi Covid-19 terus-menerus di sosial media, tiap kali buka dapat info begini-begitu, orang akan lebih mudah memahami atau masuk ke dalam pikirannya,” pungkas Kaumbur. (rf)