Oleh: Zulfikri Mamonto *)
Pemuda dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya orang yang masih muda atau taruna. Pemuda merupakan subjek untuk bisa mengontrol, menganalisa masalah, dan juga sebagai jawaban atas permasalahan yang terjadi di masyarakat sekitar. Dalam hal ini pemuda sebagai aktor utama katalisator peradaban bumi manusia. Pemuda mempunyai andil yang kuat dalam perjalanan berdirinya bangsa Indonesia.
Presiden pertama Indonesia berkata: “Berikan aku 100 orang tua niscaya akan aku cabut gunung semeru dari akarnya dan berikan aku 10 pemuda akan aku guncangkan dunia”. Artinya masa depan bangsa adalah berada di tangan pemuda karena banyak petua (pejuang) memang dapat mengubah keadaan bangsa, namun walau hanya sedikit pemuda dapat mengubah dunia.
Sudah lebih dari 10 pemuda sampai hari ini dunia belum terguncang, tetapi diguncangkan oleh kekuasaan yang diberikan oleh pemerintah kepada pemuda.
Pada kalimat di atas bahwasanya pemuda sudah luntur moralitas dan akhlak dalam menjalankan tanggung jawab sebagai pemuda.
Mari kita jalan-jalan sedikit di tahun 1928 sebagai bukti bahwa pemuda adalah manifestasi perjalanan bangsa dengan terwujudnya “Sumpah Pemuda”.
Tahun 1945, ketika pemuda bertikai dengan golongan tua untuk bagaimana Indonesia bisa merdeka, dan pada sehari sebelum kemerdekaan golongan muda menculik Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Tahun 1966 ketika rezim Orde Lama berganti ke rezim Orde Baru, lagi-lagi pemuda menjadi wujud dalam turunya Soekarno.
Tahun 1998, pada saat itu terjadi krisis moneter dan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) merupakan faktor yang menjadikan Soeharto harus angkat kaki dari Istana Negara serta turun jadi Presiden Indonesia. Semua itu atas perjuangan pemuda.
Era Reformasi, merupakan cita-cita baru rakyat Indonesia dan sebagai titik balik peradaban bangsa, tetapi semua tidak sejalan dengan apa yang dicita-citakan oleh rakyat, dan era ini gagal total.
Pemuda seakan-akan telah kehilangan jati diri yang sebenarnya dan tidak punya lagi moralitas. Dengan dalil masuk dengan cara mereka keluar dengan caranya kita, sampai hari ini belum ada revolusi pro terhadap rakyat yang di lahirkan di dalam ruang ilmiah politisi hanya ekploitasi Sumber daya alam dan perampasan hak rakyat yang terjadi. Sebab hari ini pemuda dilenakan dengan janji-janji dari para poitisi, ada juga mencari kedudukan yang strategis di dalam pemerintahan oligarki, sampai terjun ke politik praktis untuk mendapatkan surga dari para politisi.
Pemuda hari ini hanya menjadi alat oleh oligarki politik lokal dan nasional dibutuhkan hanya sebatas kekuatan mobilisasi massa. Mereka dibutuhkan sebagai kekuatan politik yang dapat mengamankan dan menjadi basis legitimasi para politisi oligarki. Mereka mengejar pos-pos kekuasaan yang dipegang oleh oligarki politik yang menjadi patron mereka.
Sebagai langkah memperlancar akumulasi kekayaan, oligarki terlebih dahulu perlu mengamankan sumber-sumber penting semisal izin usaha, konsesi, akses atas bahan baku dan sumber daya-sumber daya lainnya. Akses terhadap hal ini tentunya di pegang kendali oleh Negara. Artinya untuk mendapatkan hal tersebut, aktor-aktor yang menguasai negara mesti di dekati dengan berbagai jalan, baik secara formal-prosedural maupun dengan kesepakatan belakang layar. Perihal yang disebutkan terakhir, dalam kenyataannya telah menjadi rahasia umum di berbagai Negara, tak terkecuali Negara dunia ketiga seperti Indonesia.
Jadi, bagaimana dikatakan pilihan rakyat, jika calon pemimpin atau penguasa, baik di pusat maupun di daerah melewati suatu saringan politik di internal partai (kecuali calon independen) yang sarat dengan kalkulasi kapital tanpa melalui usulan publik (rakyat) dianggap pilihan rakyat? Nalar sehat macam apa yang melihat fakta politik demikian sebagai logika publik yang mengafirmasi diri dalam bentuk pilihan rasional? Bukankah itu yang selama ini kita sebut kegilaan di atas kegilaan? Alias ketidakwarasan yang cenderung dikonfirmasi secara terus-menerus tanpa refleksi.
Perpolitikan pemuda itu di jalanan, tulisan dan karya seni.
Panjang Umur Perjuangan.
*) Penulis merupakan Ketua Umum Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia (IPMI) Bolaang Mongondow Timur (Boltim) periode 2019-2020.