Oleh: Dominica Diniafiat, Mahasiswa Program Doktoral Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar – Pegiat Budaya
Musik sebagai bagian dari kebudayaan selalu mengalami perubahan, tambahan, dan penyempurnaan pada suatu waktu karena berbagai alasan. Musik saat ini telah menjadi sesuatu yang universal dan dapat dinikmati semua orang. Perkembangan yang terjadi pada musik saat ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan tatanan kehidupan manusia. Begitu juga dengan perkembangan jenis-jenis musik di Indonesia. Mulai musik pop, jazz, keroncong, rock, campursari, metal atau bahkan musik daerah atau muik tradisional sekalipun semisal kolintang.
Dalam kaitan dengan hal itu, musik atau seni pada umumnya tidak pernah lepas dari managemennya. Sebagaimana umum dikenal, managemen adalah dunia yang selalu menarik. Bahkan dalam dunia seni pun manajemen senantiasa penting terutama pengembagan ke depan. Manajemen merupakan proses kerjasama dua orang atau lebih dalam suatu organisasi yang memanfaatkan sumber daya pikiran dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara efektif dan efisien.
Sementara manajemen seni sering diartikan sebagai manajemen yang dapat diartikan sebagai cara mengelola, dan pertunjukan yang berkaitan dengan produksi dengan materi kesenian atau dapat juga dalam pengertian yang luas sebagai daya untuk mengekspresikan seni untuk masyarakatnya.
Penulis dalam kapasitas sebagai narasumber dalam sebuah talkshow yang diadakan oleh Kerukunan Keluarga Kawanua Jakarta beberapa waktu lalu, merasa tertantang untuk menguraikan apa sebetulnya pentingnya managemen dalam seni, apa perlunya managemen dalam pertunjukkan musik kolintang.
Penulis melihat bahwa perkembangan musik termasuk musik kolintang kini, merupakan fakta betapa dibutuhkan sebuah management, bukan hanya di saat ada wabah pandemi seperti saat ini, tapi ‘dari sononya’ managemen itu dibutuhkan disepanjang zaman. Atas dasar pemikiran itu, penulis mencoba mengurai tentang pentingnya juga sumber daya manusia seni. Sumber daya seni hemat penulis adalah softpower ketahanan budaya. Jadi, hemat penulis, kata kunci dari hal ini adalah insan seni musik kolintang adalah softpowe ketahan budaya. Bandingkan jika dalam seperangkat komputer, insan seni ibarat software sebuah komputer yang menjadi faktor utama dan terutama dalam sistem kerja komputer.
Tidak terbantahkan evolusi kolintang hingga sekarang yang bertahan dan bahkan menjadi ‘living tradition’. Hal itu dibuktikan dengan majunya proses penggarapan yang bisa mengakomodir berbagai ‘genre’ dalam musik. Kekhasan musik kolitang yang telah dianggap mumpuni, atas cara tertentu, menjadi sebuah kekayaan yang bermuara ‘softpower’ insan seni (pelaku seni kolintang). Sebagai insan seni, mereka harus memberi porsi yang besar dalam mengupayakan kebertahanan seni musik kolintang itu, pun juga kebertahanan sumber daya manusia (SDM) masing-masing insan seni.
Di sisi yang sama, dengan sumber daya setiap insan seni yang berkarakter, tentu akan memperpanjang tonggak estafet kebertahanan musik kolintang ini. Maka dengan demikian, kemampuan dan kapasitas serta kapabilistas insan seni sebagaimana yang dimaksud, tentu tidak bisa diabaikan dalam arti harus diberi perhatian yang besar dan dominan. Apapun keadaan saat ini, terkait dengan musik kolintang, tidak pernah lepas dari sumber daya insan seni yang diperkuat oleh ‘softpower’.
Demikian juga, insan seni yang berkarakter itu, harus ‘dicahayai’ oleh jiwa nasionalisme yang tinggi, sehingga dalam posisi itu, seorang insan seni akan menumpahkan seluruh energi baiknya demi berjuang untuk pengembangan musik kolintang itu, termasuk membuka segala keterbukaan pada kreativitas dan kolaborasi. Poin ini tentu perlu dipahami dengan sebenarnya, karena insan seni yang mumpuni adalah insan seni yang terbuka pada kreativitas dan kolaborasi. Mengapa kreatif dan kolaboratif perlu digalakkan, karena sisi itu merupakan ‘keinginan zaman’, zaman modern kini, tampak sangat perlu untuk bereksperimentasi dalam bermusik. Maka kreativitas dan kolaborasi musik adalah bagian dari memodernkan insan seni kolintang itu.
Akhirnya semua usaha dan managemen yang telah diuraikan diatas, perlu dibarengi dengan kerja keras yang terarah dan mengandung kemurnian (meminjam istilah konsep Immanuel Kant, yang mengaskan bahwa seni itu tanpa kepentingan-disinterstedness). Jadi marilah kita melakukan dan mengusahakan sebuah managemen yang baik, selaras dengan empat strategi pemajuan budaya: Perlindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan. Jika managemen insan seni dilakukan dengan optimal, berpijak dari sini serta fokus, tanpa diperkenalkan kolintang akan terkenal sendirinya dan pemanfaatannya dapat membawa kesejahteraan. #SalamBudaya #CintaKolintang