Oleh: Dr Jeane Elisabeth Langkai MSi *)
Peraturan Walikota (Perwako) No 33 Tahun 2018 merupakan “legal standing” pengelolaan sampah di Kota Manado. Bagaimana komitmen pemerintah kota dalam mengimplementasikan kebijakan ini dan dalam membersihkan wajah Kota Manado dari teror sampah yang semakin menakutkan.
Kepadatan penduduk di Kota Manado sebagai konsekuensi dari pusat pemerintahan, perdagangan berdampak pada meningkatnya populasi penduduk dan meningkatnya produksi sampah. Pemerintah Kota melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak menigkatnya produksi sampah.
Penyumbang sampah berasal dari warga 65.68 %, pasar tradisional 8.12%, pusat perniagaan 5.65 % kawasan 2.4%, produksi sampah hingga tahun 2018 memproduksi 409 ton per hari atau 12 ribu ton per hari, dan volume sampah telah mencapai 828.812 meter kubik (tim zonautara.com).
Dilansir dari Kumparan.com, bahwa Kota Manado hasilkan 409 sampah setiap hari angka ini belum termasuk sampah yang dibuang sembarangan di sungai dan lokasi lainnya (data 2019). Tentunya peningkatan akan terus terjadi akibat urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Secara mengejutkan, temuan Komisi III DPRD Manado dikutip dari ANTARASulut telah terjadi kongkalingkong di TPA Sumompo. Pertama, terkait buruh sampah yang belum menerima gaji THR Natal, tetapi harus bekerja mengangkut sampah. Kedua, realisasi proyek pembangunan “Air Lindi” yang harusnya diproyeksikan selesai di tahun 2019 nihil sampai sekarang.
Dalam perspektif kebijakan, rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% dan 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai di dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi dan komitmen pembuat kebijakan.
Dalam memantau suatu kebijakan, ada yang dinamakan dengan keluaran (output) dan dampak (outcome). Keluaran kebijakan adalah barang, layanan atau sumber daya yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok penerima (beneficiaries). Sebaliknya, dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut.
Yang menjadi pertanyaan, Kebijakan Perwako Manado No 33 thn 2018 ini berada di posisi mana? Keluaran atau dampak kebijakan? Bila Perwako itu merupakan Keluaran (output) belum berdampak, toh permasalahan sampah sampai saat ini tak kunjung usai. Tapi jika Pemerintah Kota Manado mengubah mindset kebijakan dengan mempertimbangkan dampak kebijakan (outcome), kebijakan ini akan terus dimonitor, dievaluasi atau bahkan diregulasi kembali bila tidak relevan dan tidak menjawab permasalahan yang dihadapi.
Setiap daerah mempunyai masalah yang sama. Yang berbeda adalah respon mereka (pemerintah daerah). Untuk itu penyelesaian masalah sampah sangat ditentukan oleh komitmen pemerintah serta secara serius melibatkan masyarakat melalui edukasi dampak sampah bagi pribadi, masyarakat pada umumnya.
Komitmen Pemerintah Kota Manado khususnya melibatkan masyarakat patut diseriusi. Pemerintah dapat melibatkan organisasi keagamaan dengan melakukan sosialisasi tentang bagaimana mengelola sampah serta mengatasi dampak sampah bagi kelangsungan hidup.