Tindaklanjut Penolakan Omnibus Law, Ini Tanggapan DPRD dan Respon Mahasiswa di Minahasa

Koordinator Lapangan (Korlap) Aparat Cabul, Anthoni Talubun berfoto bersama Wakil Ketua DPRD Minahasa, Denni Kalangi usai surat pernyataan dibuat, Selasa (13/10/2020) lalu di Kantor Pusat Unima Tondano, Minahasa, Sulut. (Foto: Ist)

Tondano, DetikManado.com – Sekitar 7 organisasi yang menjadi perwakilan Aliansi Perjuangan Rakyat (Aparat) Cabut Omnibus Law (Cabul) mengadakan Konferensi Pers di Gedung Rektorat Unima Tondano, Minahasa, Sulut, Selasa (20/10/2020) lalu.

Dalam salah satu isi siaran pers itu, para mahasiswa menyoroti janji pertemuan yang dibuat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Minahasa, Denni Kalangi. Mereka menganggap, surat pernyataan yang dibuat tanggal 13 Oktober 2020 lalu itu mengingkari perjanjian disepakati.

Bacaan Lainnya

“Tapi yang pasti yang saya tanda tangani tanggal 13 Oktober 2020 di Unima, saya sudah laporkan ke Ketua DPRD Minahasa (Glady Kandouw) dan sudah hubungi teman-teman (anggota) DPRD mahasiswa minta untuk bertemu,” kata Kalangi saat dimintai tanggapan dari DetikManado.com lewat sambungan telepon, Rabu (21/10/2020).

Ia menyatakan sudah menindaklanjuti janji selama seminggu dengan Sekretaris Dewan DPRD Minahasa untuk berkoordinasi dengan pihak mahasiswa dan Polres Minahasa yang ingin ditemui.

Selain itu, dia mengatakan bahwa keputusan untuk bertemu dengan pihak mahasiswa direncanakan pada Senin (19/10/2020) lalu, sekitar pukul 02.30 Wita di Gedung DPRD Kabupaten Minahasa. Saat itu lebih dari 20 an anggota DPRD Minahasa telah berada di Gedung Wakil Rakyat Minahasa itu.

“Mau bilang saya ingkar janji itu salah, saya sudah laksanakan apa yang saya janji di mahasiswa. Jadi intinya, anggota DPRD Minahasa tidak punya niat untuk tidak menerima mahasiswa Unima,” sebut Kalangi.

Surat pernyataan itu berisi kalimat menghadirkan seluruh anggota DPRD Minahasa. Menurut politisi dari Partai Demokrat ini, hal tersebut tidak benar.

“Memang juga tanggal 13 Oktober itu saya salah, karena hadir di Unima yang sebenarnya itu tidak terjadi. Tapi itu karena permintaan Kapolres untuk kebaikan bersama,” sebut Kalangi.

Selain itu, poin dari siaran pers massa aksi Aparat Cabul itu meminta agar secara kelembagaan DPRD Minahasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Ia menuturkan, permintaan tersebut tidak dapat dilakukan karena lembaga DPRD bukan perorangan, melainkan banyak orang yang ada di dalamnya.

“Kalau saya mungkin secara pribadi oke, tapi secara lembaga tidak bisa,” sebut Kalangi.

Tak hanya itu, dia menyarankan agar mahasiswa Unima membuat surat pernyataan penolakan terhadap UU Omibus Law Ciptaker. Kemudian, DPRD Minahasa akan membawanya ke DPR RI.

“Untuk pertemuan dengan mahasiswa (Unima) belum ada agenda,” pungkas Kalangi.

Lain kesempatan, perwakilan massa aksi Aparat Cabul Johanes Gerung menyatakan pendapatnya terkait tanggapan ini.

Menurutnya, ada beberapa permasalahan dari utusan DPRD Minahasa. Pertama kedatangan perwakilan DPRD itu disambut baik mahasiswa. Setelah terjadi dialog dan orasi dari kedua pihak, massa aksi menyepakati dengan surat bahwa Kalangi akan menghadirkan seluruh anggota DPRD Minahasa.

“Memang dalam surat kesepakatan tidak ditulis di Unima, tapi dalam kesepakatan lisan kami massa aksi dan beliau sebagai anggota dewan bersama menyepakati di Unima agar UU Omnibus Law dapat dibedah bersama kajian antara mahasiswa dan anggota dewan,” tulis Gerung melalui pesan singkat saat dikonfirmasi, Kamis (22/10/2020) malam.

Wakil DPRD Minahasa baru menghubungi aliansi pada hari Sabtu (17/10/2020) lalu dan nanti dikontak lebih dulu dari Koordinator Aksi, Anthoni Talubun. Ia mengakui, kesepakatan itu berubah dengan kesepakatan sepihak untuk menghubungi Sekretaris DPRD Minahasa.

“Dalam hal ini, massa aksi tetap berpegang pada kesepakatan di depan Kantor Pusat UNIMA sampai tenggak waktu yang ditetapkan Selasa, 20 Oktober 2020. Aliansi tetap berpegang dengan kesepakatan yang ditandatangani langsung dan menunggu di Kampus Unima Tondano,” jelas mantan Plt Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unima tahun 2018 ini.

Gerung yang juga Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Minahasa ini melanjutkan, kronologi yang disampaikan ini karena mencegah politisasi dari berbagai pihak.

“Bapak Denni Kalangi sebagai anggota dewan seharusnya gentleman dan jujur, serta beretikalah sedikit. Seharusnya apa yang telah disepakati, haruslah dipertanggungjawabkan,” sebutnya.

Baginya, kesepakatan yang ditandatangani pada hari Selasa dan baru menghubungi aliasi hari Sabtu kemudian, seakan lepas tangan dengan kesepakatan yang disanggupi dengan tanda tangan.

“Seharusnya anggota dewan harus berkata jujur, karena telah disumpah atas nama Tuhan dan atas nama rakyat,” tutup Gerung. (rf)

Komentar Facebook

Pos terkait