Oleh: Ridwan Oemar *)
Beberapa hari lalu, tepat tanggal 24 Oktober 2020, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tidore Kepulauan menggelar debat kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota Tidore Kepulauan. Secara subjektif, debat kandidat merupakan satu langkah solutif guna memberikan pemahaman terkait kontestasi politik di daerah kepada masyarakat agar tidak hanya mengonsumsi wacana-wacana yang sebenarnya sudah basi di setiap momentum pilkada. Kita tentu memiliki harapan yang sama agar masyarakat dapat menggunakan hak memilihnya atas dasar pertimbangan rasionalitas tiap individu melalui proses pemaparan visi misi, gagasan, serta program yang menjadi pertimbangan perorangan tanpa ada intervensi apapun, sebab perkembangan demokrasi di daerah hari ini lebih menekankan hak memilih individu harus di dasarkan pada kesamaan, suku, ras, agama, golongan dan semacamnya.
Hadirnya ruang-ruang ilmiah seperti ini merupakan satu langkah maju dari demokrasi yang ada di daerah artinya ada upaya untuk melahirkan akulutrasi budaya dalam perkembangan demokrasi daerah karena pada dasarnya ketika budaya-budaya baru lahir itu sebagai bentuk kritikan terhadap budaya lama yang bisa jadi tidak konteks lagi dengan masanya, sehingga hari ini debat kandidat calon kepala daerah hadir guna menjawab perkembangan zaman dan kontekstulitas keadaan. Seharusnya masyarakat secara keseluruhan mampu membaca sampai ke sana, jika dilihat dari segi penyelenggara pilkada kita mampu menciptakan sebuah kemajuan dengan menghadirkan ruang-ruang ilmiah seperti yang telah dijelaskan.